Sunday, February 16, 2014

DUOS - CHAPTER 3

Dunia terasa milik berdua, yang lain numpang. Itulah yang dirasakan Simon karena dia berhasil mendapatkan cinta Jenny. “Cinta memang tepat datang pada waktunya” kalimat yang diucapkan Simon kepada Stone pada percakapan mereka tadi pagi sebelum Stone berangkat kuliah, tetapi Simon tidak ada kuliah jadi dia diam di kamar kost-nya sudah setengah hari.

“Selamat makan siang Jennyku sayang” SMS Simon kepada pacarnya, sambil jemarinya menekan tombol-tombol henpon, wajahnya berseri-seri. Pasti kau akan merasakan hal yang sama ketika jatuh cinta seperti Simon. Senyum-senyum sendiri tak jauh beda dengan orang sinting.

“Selamat makan siang mejinku, jangan makan piringnya ya.” Balas Jenny entah darimana dan entah dengan siapa dan entah sedang berbuat apa dia.

Hari pertama jadian selalu bahagia, kau bakal merasakan hal yang sama jika pernah jadian dengan orang yang kau cintai. Playlist lagu-lagu kamu semuanya ceria tak ada mellow sedikit pun.

Bau keringet dan lusuh, Simon belum mandi dan segera mandi karena cuaca siang itu panas ditambah lagi sore ini dia ingin bertemu dengan Jenny, berencana makan malam di Kafe Cinta yang isinya kebanyakan anak muda dengan pasangannya masing-masing tidak jauh dari tempat kostnya.

Stone pulang dengan wajah berminyak dan masih sempat bertemu dengan Simon  yang sudah siap-siap berangkat mendatangi kekasihnya, seperti biasa Simon wangi dan mengenakan baju kaos, celana jeans dan sepatu kets warna putih. Mereka berbincang sejenak, Simon nanya kok pulangnya lama, lalu dijawab Stone, Stone juga bertanya mau kemana, Simon menjawab. Tak lama kemudian Simon pergi dengan sepeda motornya meninggalkan Stone di kost.

“Jen, enaknya aku manggil kamu apa ya?” Simon bertanya ke Jenny setelah mereka duduk beberapa lama sambil menunggu pesanan datang.

“Maksudnya bang?” Jenny bingung dengan pertanyaan Simon “Maksudnya panggilan sayang?” tambah Jenny.

“Iya, biar kayak orang-orang lainnya, punya panggilan sayang, hehe...” Simon tertawa kecil “Tapi kalau kamu bingung ngga usah dijawab, ntar malah jadi tambah lapar” lanjut Simon.

“Yee..uga kin kam e o abang, plin plan kel pe..”

“Bukan begitu, labo bagena Jen, tapi...man kita lebe yah..enggo reh pesanenta ndai” Simon mengajak makan sambil menerima piring berisi ayam goreng yang disodorkan pelayan kafe itu.

Tak ada yang istimewa dengan makan malam mereka, tapi cinta diantara Simon dengan Jenny membuat suasana menjadi berbeda. Cinta memang gila. Ada hal-hal yang tidak lucu tapi mereka tertawakan. Piring, sendok, gelas dan tissue di meja itu menjadi saksi yang tak akan pernah bicara pada makan malam pertama mereka itu. Biasa tapi berkesan. Sederhana tapi bernilai.

Sudah di kost lagi. Simon pulang dengan wajah gembira mendapati Stone sedang tidur-tiduran sambil membaca Koran.

“Eh, enggo ko reh Mon, uga ndai?” Stone bertanya sambil meneruskan membaca Koran.

“ih..adi saranku man bam, pedasilah lit rondongmu nak..” Kata Simon.

“engkai maka bage nim?”

“ih..tehko uga nanam durin?”

“Kuteh, entabeh kel nak..”

“bagem nanamna adi lit rondong e nak, entabeh.. lapadah ku ceritaken yah, gelah penasaren ko!” simon memotivasi Stone dengan cara yang berbeda.

“Oe nak yah, aku pe merhat kel enggo lit rondong e, saja uga kapmu ban, asal jumpa diberu mejile, turang naring. Adi si la merupa e, labo turang.” Kata Stone “Dahko, Cindy seh kel teku jadina, kepeken turang ka..” Lanjut Stone.

“Menurutku nak, labo mejile saja ngenca man daramen, adi banci si cocoklah pemikirenmu ras ia, gelah la mesera arih-arih” Simon mulai serius membahas tentang pacar.

“Engko uga kin ras Jenny ah ndai?” Stone balik bertanya.

“Seh asa gundari, aman-aman denga nak, lenga siteh uga pudi wari. Tapi sada sipasti dahko, labo lit jelma si komplit kel bagi ukurta, kecuali jamu, e lit komplit” Simon menjelaskan berapi-api.

“Hahaha...beloh kel engko ngerana nak, lakin lit teman jenny ah ndai je mejile nak? Beru nangin min yah, gelah singumban nande, gelah mis ku empoi dung kuliah e”

“Ihh, kiram kap gampang empo e nak, anjar-anjar Ton, lo kari kena durina ko, haha...”

Percakapan mereka terus hingga tengah malam yang berakhir pada tidur di kasur masing-masing. 

Wednesday, February 5, 2014

DUOS - CHAPTER 2

CHAPTER 2: Bas Jambur
“Jenny sendah reh kari ku gendang e Ton, kari adi aku jumpa ras ia, engko darami temanmu ya” Kata Simon sambil membawa sepeda motornya.

“Ihh..banci nak yah..ku darami kari temanku ngerana.” Stone membalas dengan keras yang duduk di belakang Simon.

Saat itu sudah pukul 8 malam mereka melewati jalan Jamin Ginting, masih ada banyak kendaraan dan polusi asap debu suara masih mereka rasakan.

“Eh, engko e Di? Ras ise ko ndai?” Stone bertanya kepada Randi. Mereka bertemu di parkiran jambur yang juga berencana nonton gendang.

“Ue nak, kena dua kalak ngenca? Me labo kena homo? Hahaha..” Randi bercanda.

“Sigundarina lenga nak, pagi lenga eteh e..” timpal Simon

“Ekap maka ku jenda e Pal, gelah jenda kari dat tambar malem ndai..” Seru Stone. Ibu Stone beru Perangin-angin, jadi “Tambar Malem” itu adalah sebutan untuk beru Perangin-angin yang merupakan impal Stone. Dan mereka beranjak memasuki jambur, dan sudah banyak mahasiswa juga mahasiswi disana. Tetapi bukan hal yang aneh, mereka lebih banyak bertemu orang-orang di luar jambur daripada di dalam. Muncul pertanyaan di benak Stone, “Apakah orang karo itu lebih suka out door daripada in door? Ataukah orang karo itu susah diatur?” (Karena panitia sudah menyuruh masuk tapi, tetap mereka ada di luar).

“aku ku jenda lebe pal ya..”

“Ue pal yah, atur pal..” sambut Simon dan Stone serempak kepada Randi yang sudah menemukan orang yang diincarnya (mungkin), karena Randi cuma kenal gitu-gitu aja, gak lebih, jadi kurang tau siapa yang dia kejar, mudah-mudahan dia mengejar yang masih jomblo dan perempuan.

“Ise daramim e nak?” Tanya Stone kepada Simon, lehernya berputar-putar seperti burung hantu.

“Jenny ndai anak, gelah sukses sendah misi e..”

“Oh..SMS min”

“enggo ku SMS..”

“Uga jababna?”

“Arah tengah aku kundul nina”

“Ah kap ia Mon!”

“Apai?” Simon menjawab.

“Ah..” Stone menunjuk ke arah tengah jambur.

“Ih..ola tuduhmu anak, idahna kari, mela kita” Simon merasa malu.

“Aku ku jah lebe ya nak, kari jumpa jenda ka kari kita menggo, e kunci kreta ta nah, entah perlo ko kari” Simon pamit dan memberikan kunci sepeda motornya dan ingin segera menghampiri Jenny incarannya.

“Oke Mon. Ntah uga-uga kari, SMS saja ya.” Jawab Stone sambil menerima kunci sepede motornya Simon.

Stone mulai mengamat-amati sekelilingnya, tebar pesona di tengah riuhnya jambur, suara musik yang menggelegar seakan jadi soundtrack film “Stone Mencari Cinta; Episode Tambar Malem”.

“Dek, banci kita sitandaan?” Stone menghampiri seorang gadis menyendiri, rambutnya panjang terurai, berkulit putih dan berkaca mata, dan juga wangi.

Banci bang..” gadis cantik itu menjawab seadanya, tapi dia terlihat nyaman dengan kehadiran Stone, tidak ada rasa curiga di mata gadis itu terhadap Stone.

“Adi banci nindu, ise dage gelarndu dek?” Stone memulai aksinya.

“Cindy bang, adi kam ise gelarndu bang?” gadis itu balik nanya.

“Aku Batu dek, tapi gelar gaulku, Stone dek..” Stone melemparkan senyumnya ke arah Cindy.

“Berarti kam Tarigan me bang?”

“Ue dek, biasana adi Batu, mergana Tarigan, kebetulen lenga berubah seh asa gundari e..hehe..” Stone menunjukkan dirinya adalah seorang humoris.

“Berarti kita turang bang, aku  beru Tarigan” Jawab Cindy dan kali ini dia melemparkan senyumannya ke arah Stone, seakan dia tahu kalau Stone kecewa dengan tutur turang ini.

“Ih..ue, adi bage pas kel kita turang. Biasana pe adi Tarigan mergana ras beru tarigan erturang. Lenga bo berubah asa gundari e...” Jawab Stone yang sedikit kecewa, karena gadis cantik itu adalah turangnya.
“Kam nimai ise kin jenda e turang?” Stone kembali nanya ke Cindy.

“Nimai teman bang, enggo kami ndai janji, lenga reh asa gundari, enggo kapndu jam 10 e deh..” Jawab Cindy.
“Oh, bage nge arih, ku tadingken kam kentisik ya dek, aku ku darat lebe, lit ka sitik dahinku..”
“Ue bang yah..” jawab Cindy.

Dan Stone pun meninggalkan gadis cantik yang bernama Cindy beru Tarigan itu. Sebenarnya dia tidak akan pergi jika gadis itu bukan turangnya. Tapi adalah buang-buang waktu jika pergi ke gendang guro-guro aron cuma menghabiskan waktu buat ngobrol dengan turang. Sebelum terlalu dalam mencintai seorang perempuan, sangat baik memang menanyakan dia beru apa. Kalau ternyata turang, berhentilah bermimpi untuk mencintainya dan cari yang bukan turang, juga bukan senina. #noted

Sudah tengah malam, hampir jam 12 malam. Simon masih terlihat bahagia dengan Jenny. Dan Stone sudah mulai kehilangan asa ketika belum juga bertemu dengan perempuan yang sesuai dengan tipenya. Sudah bertemu sih, tapi turang. Stone memutuskan untuk pulang duluan.

SMS Stone ke Simon: “Mon, leben aku mulih nak, engko kari nangkih angkot saja uga kapmu? Adi lang ota mulih. Bls”

SMS Simon ke Stone: “Ue nakyah, leben saja ko. Aku kuakap sendah la mulih e, ngasa terang kuakap kami jenda e”


Lalu Stone pulang padahal masih jam 00.30, sedikit tidak bersemangat, karena sudah terlanjur berharap kepada Cindy. Terkadang memang turang itu lebih klik di hati daripada yang lainnya. Tapi untung Stone masih taat akan adat istiadat Karo. Dia yakin, hari-hari selanjutnya masih ada perempuan secantik Cindy dan tidak beru tarigan. Tak terasa, Stone pun sampai di rumah kost-nya. Menutup cerita harinya dengan doa. Lalu dia tidur.

Tuesday, February 4, 2014

DUOS - CHAPTER 1

CHAPTER 1 : Sipemena

"Dimana adilnya orang karo? Tarigan sama tarigan gak bisa, sembiring sama sembiring bisa" Stone mulai bertanya dalam hati karena baru saja dia jatuh cinta kepada seorang perempuan cantik, namun ternyata adalah turangnya. Stone adalah seorang pria yang punya nama asli Batu Tarigan, dan asli orang Karo, namun sejak SMP dia mengubah namanya sendiri menjadi Stone, alasannya sederhana; ia ingin lebih keren. Sekarang Stone sudah kuliah semester akhir dan mengambil jurusan Teknik Mesin di sebuah perguruan tinggi negeri di kota Medan.

Memulai percintaannya dengan Lia Sembiring pas SMA dulu, namun kandas di tikungan. Stone kurang berhati-hati dengan yang namanya sahabat, Lia terlalu sering curhat tentang Stone kepada Hendri, Stone tau akan hal itu tapi Stone tidak menganggap itu sebuah ancaman, karena dia yakin, Lia tidak mungkin jatuh cinta kepada Hendri, karena menurutnya, Hendri itu lebih jelek darinya. Tapi ternyata cinta itu tumbuh diantara Lia dan Hendri, Lia lebih memilih Hendri karena Hendri lebih mengerti Lia. Hendri selalu ada setiap saat untuk Lia, tidak seperti Stone yang terkadang ada, terkadang hilang ntah kemana. Stone tidak tau, kalau kegantengan itu hanya berlaku pada saat pandangan pertama. Stone tidak paham, perempuan butuh diperhatikan, butuh kasih sayang, kegantengan saja tidak cukup. Namun Stone kini telah berubah, dari pengalamannya, dia kini lebih dewasa, dan lebih berhati-hati memilih pacar juga memilih sahabat. Karena itu pula, dia sangat selektif yang membuatnya jomblo sepanjang dia kuliah dan hampir selesai perkuliahannya.

"Ton! ngibot kita pagi nak?" tanya Simon kepada Stone yang sedang memainkan gitarnya.

"Ja?" Stone langsung berhenti bermain gitar dan langsung semangat.

"Jamburlah anak, banci kin akapmu bas rumah sakit?" balas Simon, yang cuma memakai celana tanpa baju.

"Maksudku jambur ja mencibut?"

"Jambur Halilintar"

"Oh, eta yah, make kretam kita ya" kata Stone dan mulai lagi bernyanyi lagu-lagu Karo, melewati sore yang panas dan mati lampu.

Simon adalah teman kost Stone, namun mereka beda kampung. Mereka satu kampus beda jurusan, tapi sama-sama orang Karo. Simon juga sama saja seperti Stone; Jomblo. Mungkin itulah yang membuat persahabatan mereka erat hingga sekarang. Karena sebelumnya mereka bertiga, dengan Robert. Tapi Robert sudah punya pacar, perbedaan status juga membuat perbedaan kebebasan diantara mereka. Robert tidak bisa bebas lagi seperti Stone dan Simon karena pacar Robert itu kayak anak kecil, tidak bisa ditinggal lama-lama, makanya Stone dan Simon memilih menjadi duo jomblo. Setiap ada acara Gendang mereka dapat dipastikan selalu sama.

"Uga Mon? berangkat kita?" Stone sudah siap-siap berangkat ke acara gendang. Memakai baju kaos dan topi kesukaannya; Nike, celana jeans hitam dan baju kaos putih tidak ketinggalan jaket kulitnya, pokoknya setelan anak kabanjahe banget lah. 

"Enggo ko sikap?" kata Simon sambil menyemprot tubuhnya dengan parfum AXE kesukaannya.

"enggo, tapi deba parfum enda ndo, aku keri ka minak cet-cetku" dia meminta parfum Simon.

"E nah..(Simon memberi parfumnya) Tehko Ton, kari si usahaken dat cewekta e nak, gelah ola sia-sia, e harus e nak!" Simon bertekad.

"Jodoh labo terayak-ayak nak, adi jumpa kari, cocok, adi lang, lit denga waktu sideban" 

"Ola kin ko bagena, harus kita gigih berusaha nak. Kita dahko enggo semester akhir enda, tiknari wisuda, gelah metunggung pagi sanga wisuda e dahko enggo lit cewekta" Simon berapi-api menjelaskannya.

"Owe yah, MERDEKA! ahahahaha" jawab Stone dengan tidak serius.

--- ke chapter 2---


Monday, January 14, 2013

K E I N G I N A N

Apa yang benar-benar kamu inginkan dalam hidupmu? Mobil, kekayaan, kesuksesan, rumah yang besar? Kamu bisa meraihnya, kamu bisa mencapainya, kamu bisa mendapatkannya. Semuanya menjadi mungkin saat kamu tahu apa yang kamu mau, saat kamu tahu apa yang sedang kamu lakukan, saat kamu mengerti kemana arah hidupmu. Kamu bisa meraih mimpi-mimpimu selama kamu berjalan pada jalan menuju mimpi-mimpimu.

Saat kamu ingin pulang, tentu saja kamu berjalan menuju rumahmu. Kamu tahu kemana arahmu pergi, kamu mengerti keinginanmu, dan tentu saja kamu sampai di rumahmu.

Saat kamu ingin makan pizza, kamu tahu kemana harus pergi, apa yang harus kamu persiapkan, dan tentu saja kamu akan mendapatkan pizza itu.

Saat kamu tahu apa yang kamu inginkan, kamu pasti punya usaha untuk meraihnya.

Masalahnya sekarang adalah apakah kamu tahu keinginanmu?


Thursday, July 26, 2012

Teman...

Nindu, ngata saja kam adi perlu man sampaten..
Laterkataken teman, cakap sibelaskenndu pedas kel lawes.
Nindu, meriah kel ukurndu ngidah aku ras ia.
Laterturiken teman, kepeken sandiwara saja siterbelas.

Kune tehndu isi pusuhku, la mungkin kam nggit encedaisa pusuh si getem.
Seumpama tehndu percedana ukurku, la mungkin kam nggit nontarisa.
Teman, labo aku merawa, labo aku tangis, labo segat ateku kam.
Teman, ula min sempat kam lanai erteman, bas umurta sigendek enda.

Tuesday, July 24, 2012

Terombo Karo

Terombo (Silsilah) pada suku Karo.

Bujur Oh Nandeku, Bujur o Bapa..

Laterbalas kekelengenndu bagi matawari nerangi doni enda.
Laterkataken uga belinna atendu keleng, lalit bandingenna.
Laterlupaken perkuah atendu, ajarenndu la pernah si lepak.

Amin runtuh gia pagi doni enda, tetap kam ngenca ateku keleng.
Amin nimpet pe pagi matawari, kelengndu lapernah nimpet bas pusuhku
Erbekas kekelengenndu, erbekas perkuah atendu, erbekas tapi lapernah bene.

Bujur o nandeku, bujur o bapa…
Keleng atendu ngatakenca uga nanamna kemalemen ate situhu-tuhu.