CHAPTER 2: Bas Jambur
“Jenny sendah reh kari ku gendang e Ton, kari adi aku jumpa ras ia, engko
darami temanmu ya” Kata Simon sambil membawa sepeda
motornya.
“Ihh..banci nak yah..ku darami kari temanku ngerana.” Stone membalas dengan keras yang duduk di belakang Simon.
Saat itu sudah pukul 8
malam mereka melewati jalan Jamin Ginting, masih ada banyak kendaraan dan
polusi asap debu suara masih mereka rasakan.
“Eh, engko e Di? Ras ise ko ndai?” Stone bertanya kepada Randi. Mereka bertemu di parkiran jambur yang juga
berencana nonton gendang.
“Ue nak, kena dua kalak ngenca? Me labo kena homo? Hahaha..” Randi bercanda.
“Sigundarina lenga nak, pagi lenga eteh e..” timpal Simon
“Ekap maka ku jenda e Pal, gelah jenda
kari dat tambar malem ndai..” Seru Stone. Ibu Stone beru
Perangin-angin, jadi “Tambar Malem” itu adalah sebutan untuk beru
Perangin-angin yang merupakan impal Stone. Dan mereka beranjak memasuki jambur,
dan sudah banyak mahasiswa juga mahasiswi disana. Tetapi bukan hal yang aneh,
mereka lebih banyak bertemu orang-orang di luar jambur daripada di dalam.
Muncul pertanyaan di benak Stone, “Apakah orang karo itu lebih suka out door daripada in door? Ataukah orang karo itu susah diatur?” (Karena panitia
sudah menyuruh masuk tapi, tetap mereka ada di luar).
“aku ku jenda lebe pal ya..”
“Ue pal yah, atur pal..” sambut Simon dan Stone serempak kepada
Randi yang sudah menemukan orang yang diincarnya (mungkin), karena Randi cuma
kenal gitu-gitu aja, gak lebih, jadi kurang tau siapa yang dia kejar,
mudah-mudahan dia mengejar yang masih jomblo dan perempuan.
“Ise daramim e nak?” Tanya Stone kepada Simon, lehernya
berputar-putar seperti burung hantu.
“Jenny ndai anak,
gelah sukses sendah misi e..”
“Oh..SMS min”
“enggo ku SMS..”
“Uga jababna?”
“Arah tengah aku kundul nina”
“Ah kap ia Mon!”
“Apai?” Simon menjawab.
“Ah..” Stone menunjuk ke arah tengah jambur.
“Ih..ola tuduhmu anak, idahna kari, mela kita” Simon merasa malu.
“Aku ku jah lebe ya nak, kari jumpa
jenda ka kari kita menggo, e kunci kreta ta nah, entah perlo ko kari” Simon pamit dan memberikan kunci sepeda motornya dan ingin segera
menghampiri Jenny incarannya.
“Oke Mon. Ntah uga-uga kari, SMS saja
ya.” Jawab Stone sambil menerima kunci
sepede motornya Simon.
Stone mulai mengamat-amati sekelilingnya, tebar pesona di tengah riuhnya
jambur, suara musik yang menggelegar seakan jadi soundtrack film “Stone Mencari
Cinta; Episode Tambar Malem”.
“Dek, banci kita sitandaan?” Stone menghampiri seorang gadis menyendiri, rambutnya panjang terurai,
berkulit putih dan berkaca mata, dan juga wangi.
“Banci bang..” gadis cantik itu
menjawab seadanya, tapi dia terlihat nyaman dengan kehadiran Stone, tidak ada
rasa curiga di mata gadis itu terhadap Stone.
“Adi banci nindu, ise dage gelarndu dek?” Stone memulai aksinya.
“Cindy bang, adi kam ise gelarndu bang?” gadis itu balik nanya.
“Aku Batu dek, tapi gelar gaulku, Stone dek..” Stone melemparkan senyumnya ke arah Cindy.
“Berarti kam Tarigan me bang?”
“Ue dek, biasana adi Batu, mergana Tarigan, kebetulen lenga berubah seh asa
gundari e..hehe..” Stone menunjukkan dirinya adalah
seorang humoris.
“Berarti kita turang bang, aku beru
Tarigan” Jawab Cindy dan kali ini dia
melemparkan senyumannya ke arah Stone, seakan dia tahu kalau Stone kecewa
dengan tutur turang ini.
“Ih..ue, adi bage pas kel kita turang. Biasana pe adi Tarigan mergana ras
beru tarigan erturang. Lenga bo berubah asa gundari e...” Jawab Stone yang sedikit kecewa, karena gadis cantik itu adalah turangnya.
“Kam nimai ise kin jenda e turang?” Stone kembali nanya ke Cindy.
“Nimai teman bang, enggo kami ndai janji, lenga reh asa gundari, enggo
kapndu jam 10 e deh..” Jawab Cindy.
“Oh, bage nge arih, ku tadingken kam kentisik ya dek, aku ku darat lebe,
lit ka sitik dahinku..”
“Ue bang yah..” jawab Cindy.
Dan Stone pun meninggalkan gadis cantik yang bernama Cindy beru Tarigan
itu. Sebenarnya dia tidak akan pergi jika gadis itu bukan turangnya. Tapi
adalah buang-buang waktu jika pergi ke gendang guro-guro aron cuma menghabiskan
waktu buat ngobrol dengan turang. Sebelum terlalu dalam mencintai seorang
perempuan, sangat baik memang menanyakan dia beru apa. Kalau ternyata turang,
berhentilah bermimpi untuk mencintainya dan cari yang bukan turang, juga bukan
senina. #noted
Sudah tengah malam, hampir jam 12 malam. Simon masih terlihat bahagia
dengan Jenny. Dan Stone sudah mulai kehilangan asa ketika belum juga bertemu
dengan perempuan yang sesuai dengan tipenya. Sudah bertemu sih, tapi turang.
Stone memutuskan untuk pulang duluan.
SMS Stone ke Simon: “Mon, leben aku mulih nak, engko kari nangkih angkot
saja uga kapmu? Adi lang ota mulih. Bls”
SMS Simon ke Stone: “Ue nakyah, leben saja ko. Aku kuakap sendah la mulih
e, ngasa terang kuakap kami jenda e”
Lalu Stone pulang padahal masih jam 00.30, sedikit tidak bersemangat,
karena sudah terlanjur berharap kepada Cindy. Terkadang memang turang itu lebih
klik di hati daripada yang lainnya. Tapi untung Stone masih taat akan adat
istiadat Karo. Dia yakin, hari-hari selanjutnya masih ada perempuan secantik
Cindy dan tidak beru tarigan. Tak terasa, Stone pun sampai di rumah kost-nya.
Menutup cerita harinya dengan doa. Lalu dia tidur.
No comments:
Post a Comment